24 Februari 2009

SAJAK SEPULUHKU

1)
sekejap langit lelah bermain dengan matahari
setelah terik menimang bumi dalam beberapa putaran waktu
saatnya istirahat dan menikmati beberapa hiburan kecil yang dapat luluhkan angkara
dinginkan hati dari bunga bunga pengkhianatan

2)
senja perlahan lahir
nodai beberapa ruas langit dengan cipratan cipratan tinta merahnya
seperti kuas menyapu sudut sudut kanvas
dia rela meski harus berlumur noda
lalu dibiarkan barang sejenak
agar langit membusuk dan menghitam

3)
matahari istirahat di gubug tua di seberang bukit
malam berkelana
tapi tak ada bintang bercengkrama
atau bulan menyelorohkan sumpah serapahnya
langit terbingkai mendung bergumul
tanpa genderang perang
langit runtuh dengan segala peluhnya
dinginkan bumi hingga ke akarnya
hujan pun turunlah

4)
aku belum bisa kehilangan amarah
meski hujan juga membasuh tubuh
malah menambah muncak hingga ujung kepala
saat air menghantam atap rumah
aku masih menyimpan dendam
pada segala kenikmatan dunia

5)
tiba tiba seekor laron hinggap di pelupuk lampu
hanya sekedar mencari cahaya di malamnya
berputar menari ikut irama alam
hujan masih deras



6)
aku mencari sunyi
aku mencari sunyi
aku mencari sunyi
aku mencari sunyi
aku mencari sunyi
dalam malam meski hujan

7)
aku mencari sunyi
di ujung trotoar, selokan, diskotik, kolong tempat tidur , lemari pakaian, atap kamar, tembok penjara, drum, dan meja makan
aku tak bisa menemukannya
sosok sunyi bergaun ungu berambut ikal
sosok sunyi yang membawa segelintir murkaku demi segelintir
mencuri amarahku segenap seluruh
dan hujan belum berhenti jua

8)
hujan tinggal menyisakan gerimis

9)
seekor jangkrik berteriak nyaris tanpa suara
suarakan kidung mesra di sela tumpukkan batu bata di sebelah kanan pintu rumah
dia tak tahu jika nada yang tercipta belum juga bisa buatku lupakan api yang membakar celah celah tubuhku barang sejenak
mungkin dia ingin menjadi sosok sunyi
gerimis hampir lenyap

10)
aku coba membunuh dendam dengan sebatang rokok yang tertidur di atas meja
biar mengepul asapnya dan meruang di sungai sungai anggur dalam tubuhku
aku rasa itu belum cukup
kumuntahkan semua dendam, api, amarah, pengkhianatan, dan murka bersama gumpalan gumpalan ludah lewat lorong mulutku
tapi tak semua terbang bersama ludah itu
sebagian masih ada yang menempel di pelupuk lidah, ruas jemari bahkan ada yang masih senantiasa bersenggama di ujung jantung
aku belum bisa mendapatkan sosok sunyi
meski matahari telah siap untuk kerja lagi
dan gerimis tlah berganti badai

Gunung Slamet, 2006

0 komentar:

Posting Komentar