13 Agustus 2010

Esai Ryan Rachman di Koran Minggu Pagi, Edisi Minggu II Mei 2010


MENDAMBA PUSAT DOKUMENTASI TEATER DI BANYUMAS
Oleh: Ryan Rachman


Dalam diskusi tentang teater Banyumas yang diadakan dalam salah satu rangkaian acara budaya Sokaraja Mbigar (27/12/2009), Iank, salah seorang pegiat teater Senthir menanyakan bagaimanakan sebenarnya teater di Banyumas, atau jangan-jangan teater di Banyumas memang tidak ada?

Pertanyaan tersebut memang cukup membuat terkejut para pegiat teater di Banyumas yang hadir pada malam itu terutama bagi mereka yang sudah lama terjun di dunia panggung tersebut.

Para pegiat teater di Banyumas sekarang ini tidak mengetahui secara persis kali pertama teater modern berdiri dan berkembang di Banyumas. Apa nama teater tersebut, siapa yang membawanya, naskah apa yang pertama kali dipentaskan, atau siapa saja aktornya. Selama ini kita meraba-raba akan hal tersebut. Ada yang mengatakan bahwa kali pertama teater modern dibawa dari Yogyakarta ke Banyumas pada dekade 70an oleh Saeran Sasmidi. Atau mungkin ada versi lain?

Selama ini kita kesulitan mencari data yang otentik tentang sejarah teater di Banyumas. Miminnya dokumentasi terutama dokumentasi pementasan baik berupa foto maupun kepingan VCD serta ulasan dan autokritik pementasan terutama yang ditulis di media masa. Selain itu juga sulitnya dicari dokumentasi naskah drama terutama hasil karya para penulis lokal Banyumas itu sendiri. Hal tersebut menyebabkan kita menjadi gamang untuk mengetahui sejarah dan sejauh mana teater di Banyumas berkembang serta kontribusinya secara lokal maupun nasional.

Hingga saat ini jika dihitung, jumlah kelompok teater yang ada di Banyumas lebih dari empat puluh buah yang terdiri dari teater umum seperti teater Tubuh, Senthir, Gethek; teater kampus seperti teater Perisai, Didik, Teksas; dan teater pelajar seperti teater Karang, Dahana, Sakristi. Masing-masing memiliki ciri dan ideologi dalam berkarya. Akan tetapi, mereka sangat tidak memperhatikan pendokumentasian secara baik. Apalagi bagi mereka kelompok teater yang sudah tidak eksis lagi. Seperti misal, dari sepuluh kali pementasan mereka hanya memiliki empat buah dokumentasi pementasan dalam bentuk kepingan VCD. Sisanya berupa foto yang tidak terarsip secara rapih. Hal ini sangat ironis mengingat pementasan merupakan bagian dari sejarah perjalan kelompok teater itu sendiri.

Pusat Dokumentasi
Untuk menjawab pertanyaan di atas, Banyumas perlu membuat pusat dokumentasi teater apapun itu namanya. Di tempat tersebut tersedia berbagai macam bentuk dokumentasi setiap kelompok teater yang ada di Banyumas. Seperti berupa rekaman dalam bentuk VCD maupun foto, serta ulasan dan kritik pementasan yang ditulis di media masa. Selain itu juga terdapat dokumentasi naskah drama serta artikel-artikel tentang teater di Banyumas yang ditulis di media massa.

Pada dasarnya, untuk mewujudkan berdirinya pusat dokumentasi teater di Banyumas merupakan tugas pemerintah melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan dengan Dewan Keseniaan Banyumasnya (DKKB). Melalui divisi teater, mereka harus bersedia bekerja ekstra untuk mendata kembali jumlah teater baik yang masih eksis maupun sudah vakum serta mendata masing-masing dokumen dari komunitas tersebut.

Ini sangat penting. Selain sebagai pusat dokumentasi, tempat tersebut nantinya juga merupakan tempat bertukarnya informasi antar teater di Banyumas. Seperti informasi pementasan misalnya. Selama ini sering terjadinya kesimpangsiuran informasi pementasan bahkan jadwal pementasan yang sering bentrok. Di dalam strukturnya nanti terdapat beberapa perwakilan dari teater umum, kampus, dan pelajar dan menjadi koordinator sirkulasi informasi.

Selain itu diperlukan juga dari kelompok teater yang bergerak di Banyumas baik teater umum, kampus, maupun pelajar untuk tidak mengedepankan egoisme ideologi sehingga menjadi apatis terhadap masalah ini. Jika pusat dokumentasi teater tersebut dapat terwujud, maka sejarah teater di Banyumas akan jelas, tidak mengambang seperti sekarang ini.

Ryan Rachman, Penyair, bergiat di Sanggar Sastra Wedang Kendhi Purwokerto

0 komentar:

Posting Komentar