19 Desember 2008

SENYUM PARA MALAIKAT


“Hai malaikat-malaikat-Ku, telah Ku jadikan bulan ini sebagai berlian manikam yang paling manikam di seluruh alam ciptaan-Ku. Telah kupersiapkan tak terujung pahala bagi manusia di bumi yang kecil itu, tentu saja bagi mereka, umat Muhammad yang selalu menyerukan nama-Ku dalam setiap lakunya. Telah Ku janjikan seribu bulan bagi mereka yang senantiasa melafazkan asma-Ku di mendekati penghujung Ramadhan ini. Maka, ambillah kantung-kantung pahala di almari itu dan turunlah kalian ke planet biru itu. hampiri mereka yang selalu menyeru nama-Ku!”

Maka seketika para malaikat bergegas menuju sebuah ruangan di salah satu sudut surga firdaus. Di ruang tersebut terdapat almari-almari berwarna nikmat, berjajar membentuk barisan seperti parade. Para malaikat berdiri satu persatu di depan almari tersebut dan membuka pintunya bersamaan. Maka terlihatlah ribuan kantung terbuat dari cahaya surga. Dalam kantung-kantung tersebut terdapat tak terhitung pahala yang bersinar terbuat dari cahaya surga yang paling indah dan utama. Diambilnya seluruh kantung-kantung pahala tersebut dan dimasukkannya ke dalam tas yang sangat besar di pinggangnya.

Setelah itu, mereka segera keluar dari rumah Allah dan menuju pelataran yang sangat luas. Mereka berjajar rapi. Kedua buah sayap yang terkuncup di belakang pundaknya serentak merentang gagah seperti elang dan mengeluarkan cahaya yang nikmat. Sayap yang indah. Bulu-bulunya putih melebihi putihnya kapas atau susu yang diperas dari payudara unta terbaik di jazirah Arab.

Tak selang kemudian, serentak ribuan malaikat terbang melesat ke angkasa raya dari surga yang paling mulia menuju sebuah bola kecil berwarna biru di antara ribuan bintang di salah satu sudut galaksi. Bola kecil itu bernama bumi. Tempat dimana jutaan manusia anak cucu Adam hidup. Terbang membantang sayap. Melesap lepas lebih cepat dari kecepatan cahaya. Begitu cepatnya hingga terlihat seperti larik cahaya tipis yang berkilau menyegarkan mata. Mereka membentuk sebuah formasi indah melebihi lukisan Michael Angelo atau Monet.

Ada kesegaran melebihi embun pagi di setiap wajah mereka. Madu termanis dari sungai di belakang rumah Allah tersulam sempurna di bibir mereka, membentuk sebuah senyuman yang selalu tersemat. Betapa tidak, mereka membawa berjuta pahala yang luar biasa nikmatnya untuk manusia-manusia terpilih di mata tuhan mereka. Pahala yang tercipta dari tangan Allah yang paling suci di bulan yang paling suci dari segala bulan yang ada. Pahala yang hanya ada di bulan Ramadhan. Terlebih lagi mereka turun ke bumi tepat pada malam lailatul qadar. Malam yang paling mulia diantara malam-malam yang ada.

Dari kedua buah bibir yang selalu tersimpul senyum kebanggaan itu terlafadzkan kata-kata takbir, tahmid, dan tahlil menyerukan asma Allah. Mereka berzikir kepada Allah. Seperti itu selalu. Alangkah merdunya, melebihi nyanyian termerdu dari bibir Sirens yang membuat gila Odiseus atau nada-nada yang dilahirkan oleh jari-jari lembut Apollo yang menari di dawai-dawai harpa emasnya.

Tubuh mereka yang gagah, terbungkus pakaian terindah. Di kepala mereka juga terlilit surban dengan warna yang sama dengan pakaian mereka. Pakaian yang dirajut dari benang-benang sutra yang dipetik dari pohon emas putih yang tumbuh di taman surga.
Dan bagi setiap langit yang dilintasi para malikat itu adalah sebuah anugrah yang maha nikmat yang diberikan oleh penciptanya. Setiap benda angkasa di langit tersebut serentak memberikan sambutan dan mengiringi perjalanan para malaikat pembawa kantung-kantung pahala dari surga itu dengan nyanyian termerdu dari bibir mereka. Sama seperti yang dilafadzkan para malaikat itu. Ya, bintang, planet, bulan, meteor, galaksi dan jutaan benda langit lainnya berzikir kepada Allah. Bahkan debu yang mengambang di langit hampa segera berlari agar para malaikat Allah itu dapat terbang di jalan yang bersih dan suci. Dan tak lupa mereka pun ikut berzikir menyerukan asma Allah Subhanahuwataalla.

Laaillahaillalah! Laaillahaillalah! Laaillahaillalah!

Subhanallah! Subhanallah! Subhanallah!

Allahuakbar! Allahuakbar! Allahuakbar!

Ya, seluruh alam mengiringi perjalanan mereka ke alam manusia. Senantiasa berzikir tiada henti seperti rantai yang tak pernah putus dari surga hingga Bumi.
Hingga pada akhirnya, rombongan malaikat suci pembawa pahala yang diberkahi oleh Allah Subhanahuwataala pun masuk ke dalam tata surya matahari. Sebuah tata surya kecil di antara jutaan tata surya yang ada di gugus bintang Bimasakti. Di sini pun demikaian halnya. Matahari, sebagai tuan rumah segera memerintahkan anak-anaknya untuk menyambut kedatangan para malaikat Allah dengan lantunan zikir.

“Assalamualaikum warahmatullahiwabarokatuh.”

“Waalaikum salam warahmatullahiwabarokatuh. Selamat datang wahai para malaikat Allah yang mulia”sahut Matahari beserta isi tata surya.

Tata surya ini adalah tata surya yang paling beruntung diantara tata surya lain. Bagaimana tidak, di tata surya yang kecil ini terdapat sebuah planet berwarna biru bernama bumi yang terdapat air dan udara hingga menjadi sebuah rumah bagi mahluk hidup. Di tata surya inilah mahluk tuhan yang bernama manusia ada dan hidup. Di tata surya ini lahir manusia-manusia pilihan yang di berkahi dan disayangi oleh penciptanya. Di tata surya ini lahir manusia pembawa ajaran tauhid seperti Nuh, Ibrahim, Ismail, Sulaiman, Isa, dan manusia paling mulia di sisi Allah, manusia penyempurna Islam, Muahammad. Di planet bumi inilah Al-Quran hadir. Dan di tata surya inilah pada setiap tahunnya, ribuan malaikat Allah datang membawa jutaan pahala ternikmat dari lemari surga yang paling teridah.

Dari Pluto, Neptunus, Uranus, Saturnus, Jupiter, dan Mars berserta para satelitnya berzikir tiada henti serta memberikan salam teridah bagi para malaikat Allah. Meskipun Matahari, Merkurius, dan Venus tidak dilalui oleh malaikat-malaikat itu, namun mereka tetap bersemangat memberikan sambutan dan doa serta zikir kepada Allah.
Hingga akhirnya mereka pun tiba di planet kecil berwarna biru dan putih tempat dulu pertama kali Adam, manusia pertama di alam raya ini di turunkan dari surga bersama Hawa. Sebelumnya mereka telah disambut terlebih dahulu oleh benda kecil di sebelah Bumi bernama bulan.

Dan Bumilah, benda langit kecil itu yang paling bersemangat dan penuh suka cita menyambut mereka. Dari atmosfer dingin yang paling terluar hingga api yang membara dalam perut bumi yang paling dalam. Tanah, air, pohon, rumput, bunga, gajah, jerapah, sapi, kuda, angsa, burung, ikan, kumbang, cacing, hingga bakteri yang paling terkecil sekalipun tak henti-hentinya berzikir kepada Allah menyambut malaikat-malaikat suci itu.

Sesampai di atmosfer, tanpa perlu dikomando, mereka segera menyabar ke seluruh penjuru dunia. Mereka melesat menuju Makkah, Madinah, Palestina, Kairo, Iran, Suriah, Turki, Afrika Selatan, Nigeria, Indonesia, India, Jepang, Bosnia Herzegovina, Inggris, Spanyol, Jerman, Itali, Austria, Meksiko, Brazil, Argentina, Kuba, hingga Amerika dan Rusia. Setiap negara dimanapun di belahan dunia. Tidak peduli negara itu menganut paham federal, republik, sekuler atau bahkan komunis. Dari kota-kota besar hingga desa-desa kecil Dari tepi laut hingga yang terpencil di atas gunung.
Melesat menuju tempat dimana terdapat manusia yang khusuk shalat, berdoa, dan berzikir melafazkan asma Allah tanpa henti serta berserah diri kepada sesembahannya. Tanpa mengenal lelah dan kantuk.

Dan dialah manusia yang paling beruntung di antara manusia beruntung. Dia yang tiba-tiba diketuk jendelanya oleh para malaikat-malaikat Allah. Dan malaikat-malaikat itu dengan hati berbunga menaburkan kantung-kantung pahala yang diambil dari lemari surga kepada jiwa-jiwa nasuha itu.

Maka dia akan menjelma pengikut Muhammad yang selalu disayangi oleh Allah. Dari wajahnya akan berpendar cahaya sejuk seperti embun yang jatuh dari ujung daun keladi. Dari matanya tumbuh pohon beringin yang memberikan rumah teduh bagi burung-burung gereja. Setiap kata yang terlafaz dari mulutnya menjelma bebunga yang selalu mekar mengharum, nikmat dijaring liang telinga. Bilapun kakinya melangkah, jejak yang tersemat menyublim menjadi padang rumput hijau beroase. dengan air tiada pernah surut barang sekejap. Mengenyangkan dan menyegarkan para pengembara yang melintas.

Akhirnya, para malaikat Allah segera pamit saat bintang fajar mulai pudar. Dan tugaspun usailah mereka pun mengucap pamit kepada untuk kembali menghadap kepada penciptanya. Di sepanjang perjalanan pulang melintasi cakrawala, mulut mereka tak henti mendoakan keselamatan kepada Allah bagi manusia-manusia pilihan itu.
Dan sampailah mereka di rumah masing-masing di surga dengan senyum melati tersemat di bibirnya.

Sanggar Sastra Wedang Kendhi, September 2008

1 komentar:

shafira mengatakan...

wah keren...!!! trimakasih :D

Posting Komentar