07 Januari 2010

AMPLOP MERAH


Amplop ini kutemukan di beranda cakrawala yang memerah. Di sampulnya tertulis namau dengan tinta merah. Ketika perlahan kubuka, kutemukan wajahmu memerah seraya menumbuhkan air mata merah dari mata merahmu. Dan hisung merahmu meenetes aroma menusuk udara. Dan bibir merahmu tumbuh bola sebesar bunga mawar merah di taman belakang stasiun kota. Aku hanya menemukan wajah merahmu tanpa tubuh, tanpa tangan, tanpa kaki, tanpa kelamin. Wajah merahmu saja

Langit berjalan menjadi merah. Malam yang merah semerah wajahmu. Tanganku pun memerah teriris amplop berisi wajah merahmu. Maka segera kuremas amplop merah itu menjadi burung nasar dan kulempar sejauh mataku memandang. Kubiarkan kau terbang di langit merah menuju bulan merah, planet merah, dan rumah para alien berkepala merah

Aku pun masuk ke kedalaman tempat tidurku mengantar tubuh menjemput pagi. Ketika kubuka tubuhku, kudengar teriak ayam jantan bersuara merah. Berteriak memanggil namamu. Seluruh binatang pagi berkicau memanggil namau dengan suara yang memerah. Dan kubuka jendela, kutatap langit pagi berbalur merah. Di balik awan yang memerah, ribuan burung nasar merah yang kuremas tadi malam terbang dengan kecepatan supersonic membentuk formasi tempur 4-4-2. Terbang melesat ke arahku. Satu persatu menembak tubuhku lalu mencincangnya. Dan kepalaku dipungutnya lalu diselipkan ke dalam amplop berwarna merah. Semerah cakrawala. Semerah wajahmu

Purbalingga, 23 Juni 2009

0 komentar:

Posting Komentar