Wisnu
Pemelihara semesta terbang bersama kepakan garuda. Wajahmu tak seperti dulu. Matamu yang sejuk kini sayu. Tergambar duka meski tak setetes air mata jatuh. Bumi yang dititipkan Brahma kepadamu, kini menggeliat. Manusia tak lagi hormat padamu. Dengan otak mereka telah menciptakan teknologi yang menghancurkan
Wisnu, mungkin saatnya kau istirah dan menyerahkan bumi kepada Syiwa
Pagi, Meja Makan, Ini Kali
Kembali secangkir kopi hangat membawa kita dengan kereta senyum terbang ke atas mega-mega (ini kopi terasa sangat manis)
Dan sebungkus rokok bikinan Paman Sam masih berpijar mengepulkan kotak-kotak mimpi yang sempat tertinggal di ujung persenggamaan semalam
Aha...!
Alangkah asyiknya bila kita sarapan. Baru kita lanjutkan percakapan kita. Nikmati saja bilur-bilur matahari itu. Biar kehangatan meruang di meja makan ini. Sebab esok belum tentu kita seperti ini
Dan Aku Masih Menuggu Mendung
Dan aku masih menunggu mendung datang selimuti langit menantang matahari meneteskan hujan ke muka bumi
Biar semua menyublim menjelma gugusan bianglala seiring mekarnya bebunga di taman hati yang sekian waktu kering meranggas dalam pelukan enggan
Ryan Rachman penyair, wartawan Suara Merdeka. Buku puisinya Senandung Kupu-Kupu dalam proses penerbitan
26 September 2010
Langganan:
Postingan (Atom)