26 September 2010

Puisi Ryan Rachman di Minggu Pagi No 23 Minggu I September 2010

Wisnu

Pemelihara semesta terbang bersama kepakan garuda. Wajahmu tak seperti dulu. Matamu yang sejuk kini sayu. Tergambar duka meski tak setetes air mata jatuh. Bumi yang dititipkan Brahma kepadamu, kini menggeliat. Manusia tak lagi hormat padamu. Dengan otak mereka telah menciptakan teknologi yang menghancurkan

Wisnu, mungkin saatnya kau istirah dan menyerahkan bumi kepada Syiwa


Pagi, Meja Makan, Ini Kali


Kembali secangkir kopi hangat membawa kita dengan kereta senyum terbang ke atas mega-mega (ini kopi terasa sangat manis)

Dan sebungkus rokok bikinan Paman Sam masih berpijar mengepulkan kotak-kotak mimpi yang sempat tertinggal di ujung persenggamaan semalam

Aha...!

Alangkah asyiknya bila kita sarapan. Baru kita lanjutkan percakapan kita. Nikmati saja bilur-bilur matahari itu. Biar kehangatan meruang di meja makan ini. Sebab esok belum tentu kita seperti ini


Dan Aku Masih Menuggu Mendung

Dan aku masih menunggu mendung datang selimuti langit menantang matahari meneteskan hujan ke muka bumi

Biar semua menyublim menjelma gugusan bianglala seiring mekarnya bebunga di taman hati yang sekian waktu kering meranggas dalam pelukan enggan


Ryan Rachman penyair, wartawan Suara Merdeka. Buku puisinya Senandung Kupu-Kupu dalam proses penerbitan