02 Maret 2010

Puisi Ryan Rachman di Bangka Pos, Minggu, 7 Februari 2010

DI PEMBERHENTIAN INI AKU TAK LAGI MELANGKAH

pengembaraanku berhenti di sini
di atas batu batu zaman dan kerikil masa
tumpuan tubuhku telah lelah untuk tegak
berdarah mengucur dan membusuk
di setiap luka sayatan sembilu dan ilalang

pengembaraanku berhenti di sini
di ujung bibir malam tak gemintang
kulitku telah legam kering sayu
keringat telah habis menetes jatuh ke liang peradaban
jatuh dan tertingal
membentuk mozaik mozaik jejak buram

pengembaraanku berhenti di sini
di tepian endapan kopi dalam gelas plastik
jemariku telah lunglai menggenggam
labirin labirin waktu masa depan menjauh
dan menghilang tanpa salam perpisahan
hilang dicuri angin laut

pengembaraanku berhenti di sini
berakhir dengan senyum terurai menghias lesung pipit
aku telah menemukan sunyi
takkan ada langkah lagi

Kebumen, 2005

TEPI LAUT

Ada rasa bergelayut di bibir malam
Seperti gemintang yang berenang
Mengepakkan lengan-lengannya
Di tangkai-tangkai laut
Berkecipak bersenandung
Melafazkan sejuta kuah angin pasang

Wajah siapa yang menempel
Di layar perahu kertas?

Purwokerto, Maret 2007



MENJEMPUT MIMPI


Mari kita menjemput mimpi
Tentang kupu-kupu
Yang terbang mengitari
Halaman hijau rumah kita

Mari kita menjemput mimpi
Tentang gerimis pagi
Yang turun riwis
Di wajah bunga-bunga

Mari kita menjemput mimpi
Tentang masa depan pasti
Bumi yang berseri
Memberi tentram pada jiwa

Sanggar Sastra Wedang Kendhi, Februari 2009



AKU DATANG KALI INI


aku pun datang kali ini
memenuhi janji jari manisku padamu
membawa tangis terharu ribuan kunang-kunang
menjemput kata-kata termakna yang tertata pada setiap jalan

ratusan malam berjingkat
tanpa menanda kemana lalunya
tak ada jejak terbaca di buta mata fajar
hingga tak kutahu stasiun mana tempatmu menunggu waktu

aku datang kali ini
membawa bunga-bunga terindah
dalam sajak-sajakku

Sanggar Sastra Wedang Kendhi, Feburari 2009



JANJI HUJAN

aku percaya pada ucapan bibirmu senja itu, ketika kita
berlari berkendara hujan. dan tak ada petir
bergemuruh di langit bermendung ketika janjimu terucap. tapi
di sini, di dadaku gemuruh itu berjingkat
tiada bertepi. seperti bising ombak menabur debur di tepian atol

dan sore ini hujan berkunjung lagi
di pelataran rumahmu. hujan pertama
di musim kelima, sejak kau bisikkan janji itu.
janji kepadaku. janji kepad hujan. janji kepada senja

aku berdiri membeku menjadi tugu di bawah hujan. menanti angin
mengantar surat memberi kabar tentangmu
dan hari-hari manismu tanpaku di situ. di titik tak terpetakan

aku percaya pada janjimu

Kebumen, Februari 2009